Lokakarya Membangun Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatra yang Tangguh menghadapi Perubahan Iklim dan Konservasi Keanekaragaman Hayati

DESMA Center bekerja sama dengan Kantor UNESCO Jakarta dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat serta Kementerian Kehutanan telah menyelenggarakan Lokakarya pada 23-24 September 2014 di Hotel Aryaduta, Medan, Sumatera Utara. Acara ini dihadiri oleh 110 peserta yang mewakili Pemerintah Pusat (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kehutanan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pekerjaan Umum), Pemerintah Provinsi dan Kabupaten di sekitar Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera (TRHS), lembaga penelitian, universitas, jurnalis, Direktur taman nasional di TRHS, Lembaga Konservasi Sumber Daya Alam di Wilayah Sumatra-Kementerian Kehutanan,  LSM yang berbasis di Sumatra dan Jakarta, sektor swasta, Kantor UNESCO Jakarta dan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO.

Kantor UNESCO Jakarta sedang mengerjakan proyek Indonesia Fund-in-Trust, yang tujuan umumnya adalah untuk meningkatkan integritas Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera dan untuk melindunginya dari ancaman lebih lanjut dengan mengidentifikasi opsi transportasi untuk daerah tersebut melalui SEA, sebagai bagian dai upaya untuk menghapus TRHS dari status Dalam Daftar Bahaya. Workshop Inception Nasional ini adalah kegiatan pertama kontribusi UNESCO untuk melibatkan dan mengkonsolidasikan pemangku kepentingan utama yang terkait dengan pembangunan jalan yang direncanakan, meningkatkan kesadaran akan berbagai dampak pembangunan jalan dan fragmentasi di antara para pemangku kepentingan, memperjelas status hukum dari operasi yang direncanakan kepada semua pihak di tingkat nasional dalam dalam TRHS, memberikan tujuan dan metodologi dari SEA.

Lokakarya ini terdiri dari empat sesi: pembukaan dan keynote speech, presentasi panel, diskusi kelompok, dan kata penutup. Lima pidato utama disampaikan oleh perwakilan terkemuka dari Komisi Indonesia untuk UNESCO, Kementerian Kehutanan, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Gubernur Sumatera Utara, dan Kantor UNESCO Jakarta. Hingga 13 ahli internasional dan nasional mempresentasikan kondisi terkini wilayah TRHS dan perspektif global tentang pengelolaan lingkungan.

Mereka adalah Mr. Petch Manopawitr, Deputi Grup Asia Tenggara IUCN, Ir. Hartono, M.Sc Direktur Kawasan Konservasi dan Pengembangan Hutan Lindung (KKBHL), Bpk. Ir. M. Arief Tongkagie, Kepala Taman Nasional Kerinci Seblat, Dr. Fadjrie Alihar, ilmuwan senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Ir. Maulidya Indah Junica, M.Sc dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Bp. Alfiansyah, S.Pi, ME, dari Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jambi, Bpk. Panut Hadisiswoyo dari Forum Konservasi Orangutan Sumatra, Bpk. Arief Rubianto dari Yayasan Badak Indonesia, Mr.Munawar Kholis dari Tiger Foundation, Mr. Muhamad Wahyu dari Asosiasi Veteriner / Forum Konservasi Gajah, Dr. Peter Oksen dari DANIDA, Dr. Hendra Gunawan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan-Kementerian Kehutanan.

Presentasi dan diskusi kelompok difokuskan pada Penilaian Lingkungan Strategis dari pembangunan jalan di dalam properti TRHS, hukum dan kebijakan, sosial-ekonomi, keanekaragaman hayati, dan dampak lingkungan dari pembangunan jalan.

Semua pembicara utama memiliki pemahaman yang jelas dan umum bahwa TRHS adalah ekosistem hutan hujan tropis yang penting di Sumatera, daerah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, dan habitat kritis yang tersisa untuk empat spesies Sumatra yang terancam punah yang terkenal seperti harimau, gajah, badak, dan orangutan. Tiga taman nasional TRHS juga diakui sebagai daerah hulu dari sungai-sungai utama di daerah yang secara signifikan berkontribusi pada pertanian, industri, dan energi. Pembicara utama mendukung dan mendorong pemangku kepentingan multi-sektor untuk bertindak bersama sebagai Tim Super untuk menyelamatkan TRHS, mengeluarkannya dari Dalam Daftar Bahaya, dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar TRHS. Membangun ketahanan dalam TRHS tidak hanya untuk perlindungan keanekaragaman hayati, tetapi juga mendukung kebijakan perubahan iklim secara nasional.