Wellness Tourism
Penulis: DESMA Center/Yohanes Algian
Istilah Wellness sendiri telah berkembang sejak tahun 1959 oleh Dr. Halbert Dunn dari National Wellness Institute (NWI), Amerika Serikat. Wellness adalah sebuah keadaan seseorang sedang dalam kondisi yang optimal. Wellness juga merupakan sebuah integrasi antara Wellbeing dengan Fitness seseorang. Wellbeing adalah keadaan seseorang secara menyeluruh bahagia dan sehat, Fitness lebih kepada kondisi fisik seseorang1. Wellness merupakan keseluruhan harmoni antara tubuh, pikiran dan jiwa, dengan tanggung jawab pribadi, perhatian akan kondisi fisik/kecantikan, diet sehat, relaksasi/meditasi, pelajaran/aktivitas mental, dan kontak sosial/sesitivitas terhadap sekitar sebagai elemen yang mendasar. Berdasarkan konsep Wellness ini, Mueller dan Kaufmann mendefinisikan wellness sebagai rangkuman keseluruhan hubungan dan fenomena yang berasal dari perjalanan hidupnya oleh orang – orang yang memiliki motif utama adalah menjaga atau meningkatkan taraf kesehatan mereka.
Dibandingkan dengan Medical Tourist yang motivasi utamanya melakukan perjalanan adalah mencari obat/penyembuhan atas sakit, Wellness Tourism dilakukan oleh orang – orang sehat yang sangat peduli akan pola hidup mereka, yang melakukan perjalanan dengan tujuan mencari peningkatan kebugaran fisik, keseimbangan spiritual, dan pengalaman budaya dan relaksasi2.
Wellness Tourism telah menjadi travel trend dalam beberapa tahun ini dan dilihat sebagai segmen pasar yang berkembang bagi beberapa negara. Laporan Global Wellness Economy Monitor tahun 2017 menyatakan bahwa tahun 2015 terdapat 691 juta perjalanan Wellness, kenaikan sebanyak 104,4 juta dibandingkan tahun 2013. Wisatawan Wellness juga memiliki merupakan wisatawan dengan tingkat pengeluaran lebih tinggi dalam perjalanan mereka dibandingkan wisatawan umum. Pada tahun 2015, tingkat pengeluaran wisatawan wellness mencapai US$ 563 Juta, dengan tingkat persentase wisatawan hanya 7% dari total wisatawan dunia, namun berhasil menyumbang 16% dari total keseluruhan pengeluaran wisatawan dunia.
Indonesia merupakan pasar terbesar kedua di Asia Tenggara (setelah Thailand) dengan 1,3 juta orang yang bekerja pada industri Wellness Tourism, serta pengeluaran wisatawan wellness yang mencapai USD 6,9 Miliar pada 2017. Pertumbuhan wisatawan tahunan pun meningkat sebesar 21,5% pada periode 2015-20173.
Besarnya potensi ini tentu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh seluruh pemangku kepentingan terkait. Instansi pemerintah, swasta, akademisi, sampai kepada lapisan masyarakatnya harus menciptakan lingkungan yang mendukung terciptanya inklusif bisnis dalam Wellness Tourism4. Keberadaan inklusif bisnis dalam Wellness Tourism adalah faktor penting dalam menciptakan sustainability. Inklusif bisnis dalam Wellness Tourism memberikan kesempatan keuntungan menyeluruh bagi keseluruhan pelaku bisnis dalam rantai nilai ekonomi. Bentuknya dapat berupa melibatkan masyakarat sekitar tempat bisnis, membeli bahan operasional dari usaha lokal, insentif dalam investasi dan pelibatan akademisi dalam penelitian.
Sumber:
1The Typology of Wellness Tourism in Bali; I Gede Darmawijaya, Ni Made Tirtawati, Ni Ketut Sekarti; 2018; Atlantis Press
2Leonardi Lucky Kurniawan, 2018, “Promoting Indonesia as a Wellness Tourism Destination
3Global Wellness Institute, 2018
4ESCAP, 2019